Sabtu, 28 Februari 2009

Testimoni - PSPA - highly recommended for parents/parents wannabe

Posted by hamzahritchi under Family
No Comments
Truly remarkable, inspiring and a must attend program for both parents and parents wannabe. Extremely recommended. I participated to this event right in the middle long holiday, a time when we, most working people, dream to get lazy and play around with kids - Saturday and Sunday. And so did we actually. Even though my working time is quite flexible (for teaching at university), but I always see Sat & Sun are days where they are supposed to be a day off for working (again, I have to admit, mostly it just doesn’t work that way, cause beside lecturing I do consulting work).
At first, I was not too keen to attend the stuff. I solely pushed my self just because I want to respect my wife’s effort who had booked the place for both of us. I thought that this is just another variant of parenting product like everyone else offered by motivational consultant or EO folks to attract parents who put concern on their children. The program was named PSPA (Program Sekolah Pengasuhan Anak), instructed by seemingly quite young motivater, Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari. The thing costed us about Rp.250.000 each (we got discounted price actually, haha).
But, really, all bless to the almighty God who had lead me to the course, the event was sooo deeply touching my very heart as a dad. All material are so highly motivating, easily understood and really practical based. Sometime we forgot that children are not ours. They are both Allah bless and His mandate for us to look after before returning back to Him in a original condition. But often what we did is actually against His willingness. As a parent, we have to admit that we have lead them to make their life much harder, as opposed to make them be prepared to be a person with integrity, value and preparedness to fight for Him.
Dear mommy, liyana, naila, and the long waited new member in d family, please forgive me for any misdirection I ever give. I’d try the best to be your better person.

Testimoni - Surat Pertamaku untuk Auladi Parenting School

Testimoni alumni PSPA-APS Duri yang dimuat di Majalah Ummi
Surat Pertamaku untuk APS

Assalamualaikum wr. Wb.
Pak Ikhsan yang dirahmati Allah,
1 minggu lebih telah berlalu sejak saya dan suami mengikuti APS (Auladi Parenting School) di Duri Riau.
Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberi kesempatan kepada saya mengikuti APS ini, ternyata APS ini adalah jawaban dari munajat saya kepada Allah. Saya sudah mengetahui kelemahan2 saya di dalam menjalani pengasuhan anak, tapi selama ini saya tidak tahu bagaimana ikhtiar saya selanjutnya.

Saat saya menerima informasi APS by email, hati saya langsung tergerak untuk mengikutinya, begitu juga dengan suami saya. Kami berdua merasa perlu untuk mengikuti APS ini, apapun kemasannya, kami tidak perduli…kemantapan hati kami semoga menjadi pertanda bahwa inilah petunjuk dari Allah menuju jalan yang diridhoi-Nya..amiin. Subhanallah, Allah memang memberikan ‘lebih dari yang kubayangkan’ dari APS ini. Selama 2 hari saya menjalani APS ibaratnya seperti saya menonton film dosa-dosa saya sama anak selama ini. Tetes-tetes air mata tak terbendung dari awal acara hingga akhir acara. Begitu banyak kesalahan yang saya perbuat, tapi terlewati begitu saja tanpa hikmah yang saya dapat..tapi dengan APS ini, saya menemukan hikmah dan solusinya.

Selama ini, aku sudah berbangga hati, karena sudah tidak ‘ingin lagi’ bekerja menjadi seorang pegawai fulltimer. Dulu, dengan jenjang pendidikan S2 dan nilai akademis yang saya raih, membuat ‘alam bawah sadar’ saya tertanam bahwa Yang hebat itu yang wanita karir. Sampai-sampai saya minder, kalo ketemu teman-teman dulu seperkuliahan, yang bekerja dengan penampilan modis dan wangi, sedang saya menjadi ibu rumahtangga, saya merasa terpuruk mengikuti suami di Duri. Di alam bawah sadar saya tertanam bahwa ibu rumah tangga itu rendahan dan buat apa capek-capek sekolah klo Cuma jadi Ibu rumah tangga. Suami dan anak sulung saya sering jadi sasaran ketidaknyamanan saya di Duri.

Memang benar, seperti APS share-kan, bahwa energy negative ibu membuat anakku terinduksi negative pula. Dengan setengah hati aku urus anakku, aku anggap anak itu hanya perlu diberi makanan jasmani, masalah stimulasi gimana nanti.. malah yang kuberikan adalah energy negative dengan melakukan pemaksaan untuk tidur siang, pemaksaan untuk nurut…yang kadang jika kesabaran habis, sampai kepada membentak dan mencubit meskipun jarang, tapi ternyata bayangan saat kulakukan itu terus membekas di kalbu, dan tanpa sadar aku sudah memiskinkan jiwanya. Alhamdulillah, Allah masih mau mencurahkan nur hidayah-Nya, seiring dengan aku menggunakan jilbab, dan mulai mau mentadaburi Al-Quran, saya mulai merasa ‘nyaman’ menjadi seorang ibu rumah tangga. Ibaratnya, lapis ego pertama, yaitu terpuruk tinggal di kota Duri mulai pupus. Aku mulai mampu menjauhkan diri dari kontak fisik, dan mulai ada pengendalian nafsu amarah. Ternyata rasa ‘nyaman’ yang saya rasakan itu semu. Ada lapisan ego berikutnya yang belum terkikis, yaitu ogah-ogahan mendampingi anak selama beraktivitas di rumah.

Yang membuat saya sangat bersyukur, ternyata di APS ini, hati saya tergugah bahwa menjadi ibu rumahtangga tanpa bekerja bukanlah berarti kita ini dekat dgn anak, karena begitu banyak ibu rumahtangga yg hanya bersama anaknya di rumah, tp tdk ‘mengajak anaknya berbicara, tdk mendampingi anaknya, melakukan aktivitas sendiri2”. ITULAH DIRI SAYA. Durasi waktu saya bersama anak tidak bisa bertahan lama, dan biasanya anak2 suka saya alihkan ke ‘mbak2’nya di rumah. Saya tahu itu salah, tapi saya merasa belum mampu bertahan lama dalam menghandle anak2. Saya lebih bertahan lama dengan aktivitas saya di depan computer atau diluar rumah melalui kegiatan-kegiatan social keagamaan.

Alhamdulillah, setelah mengikuti APS ini, saya mengibaratkan di hati saya ada batu karang EGO saya yang sudah mengeras bertahun-tahun, mulai melumer perlahan-lahan. Yang membuat saya menangis, saat di APS, disajikan kemampuan anak dengan stimulasi dan tanpa stimulasi. Betapa sel-sel saraf yang muncul baru terikat simpul satu dengan yang lain dengan stimulasi dari orangtuanya secara konsisten. Apalagi ternyata selama ini yang saya lakukan menyampaikan informasi dengan nada suruhan (energy negative), menggurui, tanpa membuat anak berfikir dan berbicara apa dirasakannya. Menstimulasi pun benar-benar seadanya.

Ada lagi yang membuat saya tercerahkan adalah makna pembelajaran itu sendiri. Di alam bawah sadar saya belajar itu artinya serius, akademik, duduk di meja, dan anak focus ke pelajaran, ternyata belajar itu bisa dimana saja..tidak hanya belajar akademis tapi juga belajar memahami kehidupan sampai membangun sikap mental positif. Dulu saya mengharuskan anak belajar, bukan membuat anak suka belajar. Saat saya praktekkan, saat anak sedang menjelajah kamar pribadi saya dan suami, meja rias di acakadut, dulu saya langsung bilang ‘baweeeeel’ ama anak2… tapi ternyata ada hal positif yang mereka lakukan adalah sedang ‘belajar’ mengeksplor hal-hal yang baru buat mereka. Saat sedang main-main air, ternyata mereka sedang ‘belajar mengeksplor’ sensasi dari air. Dari modul demi modul yang diajarkan, APS benar-benar membantu saya.

• PRASANGKA BAIK. Di APS, saya mulai mengerti kenapa kita itu harus prasangka baik dulu sama anak, karena anak itu fitrah, fitrahnya anak memang untuk menguji saya, tapi yang saya lakukan seringnya menghakimi. Apalagi si sulung, seringnya saya salahkan jika bertengkar dengan adik2nya tanpa mengajaknya berdialog, begitu mudahnya menjudgement dia. Tapi subhanallah, sejak APS, saya berusaha untuk ‘menghargai dia dulu’… “ooohhh, kamu marah ya Nak sama adik…iya ma, adik ngganggu aku..mainanku diambil”.. tapi coba dech, klo kita ngobrol, kira-kira klo dipukul sakit ngga ya? sakit.. klo sakit adik sedih ga dipukul? Sedih… Kamu sayang ga sama adik?... klo sayang… ayoo’ kita maaf… Adik juga....kira-kira mas suka ga ga klo mainannya di ambil?.suka atau ga suka?...Adik sukanya melihat mas suka atau ga suka? Suka… nah..itu artinya adik sebenarnya sayang ama mas.. Klo sayang..ayoo kita maaf-maafan… saat mereka mau, aku puji dia dengan “Alhamdulillah, ya Allah..Terima kasih ya Allah… Engkau telah memberiku anak-anak yang sholeh”… Very good, good job..masya Allah.. Klo dulu, saya itu pelit sekali ama pujian sama anak. Ternyata imbas nya subhanallah, energy positif yang kami tebarkan, membuat anak nyaman bersama saya, dan mereka mulai terlihat makin ‘kritis’ karena pola asuh orangtuanya yang mulai membuat mereka rileks. Sayapun mulai perlahan-lahan bisa bertahan lama bersama anak. Alhamdulillah. Saya belajar untuk mencari karakter positif anak. Ga mungkin anak itu ga ada karakter positifnya. Di hari pertama APS, yang saya lakukan mengamati apa ya karakter positif anak2 saya. Terima kasih ya Allah, akhirnya aku makin banyak menemukannya. Si sulung, ternyata anak yang gampang minta maaf, yang kedua klo disuruh nurut, yang ketiga senang beberes. Semakin digali, semakin banyak, Allahuakbar..terima kasih ya Allah. Selama ini aku terhijab oleh kelemahan2 anak2ku, sehingga kadang membuatku senewe.
• MEAN OF LEARNING..Arti belajar ini..membuat saya lebih rileks dalam mengajarin anak. Sekarang dimana-mana ternyata saya bisa ‘belajar’ sama anak-anak, ternyata momen2 anak-anak bertanya, adalah momen2 belajar yang sayang jika terlewati, yang sayang jika saya abaikan. Subhanallah. Kadang anak sulungku suka bosen bermain sempoa, tapi sekarang momen ‘sempoa’ yang dia suka “di dalam perjalanan mobil, pakai papan jalan, dia dengan asyiknya bisa main sempoa, malah minta nambah soal lagi”… Saat anak-anakku yang lagi ngebelataknya muncul, saya langsung terngiang, “subhanallah, ternyata disaat itulah mereka sedang belajar”… Cuma setelah tenang, mereka saya arahkan sambil mengajak berfikir.
• KONSISTENSI. Dulu saya sering melabel diri saya inkonsistensi. Ternyata hal ini membuat pembenaran dalam diri saya untuk membuat anak ikut2an ga tertib dalam menjalani peraturan di rumah. Saya amazing juga, kenapa tiba2 saya bisa termotivasi untuk lebih berjuang. Ternyata Alhamdulillah, mulai terasa dampaknya. Saat saya menerapkan main game 1 jam sehari, saat si sulung minta lagi “ma boleh main game…dengan tersenyum selebar-lebarnya, saya berkata “ kan udah”… boleh lah ma main game 1 jam lagi aja? boleh..tapi untuk besok lagi ya… full smile ternyata membuat anak lebih nyaman walau ‘permintaannya ditolak’. Saat menjawab Tidak..pun..senyuuum terus mengembang.
• KARUNIA KIBLAT, KARUNIA PENDENGAR & KARUNIA SHAFFAAT. Selama ini saya seringnya yang teringat selalu sama anak2, saat tiba-tiba mereka berbuat ‘heboh’, adalah keburukan2nya. Wajar, kadang jadinya sewot saat anak2 berperilaku menyebalkan. Tapi subhanallah, disaat anak nyebelin, yang saya lakukan berusaha ‘menghargai’ dulu, baru dicegah. Saya yang suka melabel diri saya sebagai bad listener, jadi termotivasi untuk mendengarkan anak saya bercerita, merasakan apa yang ada di dalam jiwanya, bukannya menyalah-nyalahkannya. Hari ini saya benar-benar praktek. (notes : klo dulu..klo anak nangis cengeng, saya langsung reflek ngomong ihhh..malu ihhh..cengeng…makanya lain kali blablabla..pusing kali ya anakku ngedengerin mamanya yang bawel dan ga pengertian). “Tiba-tiba sampai di rumah, yang biasanya si sulung tersenyum gembira disambut mamanya, tapi kali ini dia pulang dengan wajah unhappy. Bulir-bulir air mata mau keluar, Nak kenapa, “tempat minumku ketinggalan, ma”. (hehehe..wajar dia nangis, itu tempat minum baru dibeliin eyangnya). Oohh..ketinggalan..yuuukkk..ngobrol dulu sama mama. Kami duduk bersama. Iya ma, ketinggalan di sekolah. Oohh..jadi ketinggalan ya.. Nak sedih? Iya ma..sedih..(wajahnya itu lho, terlihat sedih sekali, saya ga tega klo mau ngelobi agar bisa ditunda esok hari..bisa “mutung”nya panjang…aku paham karakter si sulung ini) mau mama temenin nak, ke sekolah? Iya ma..mau… akhirnya kami semua kembali ke sekolahan si sulung..alhamdulillah hati ini ikhlas melakukannya. Adik-adiknya pun turut serta. Saat tiba di sekolah, langsung ke ruang kelas.., “tadi..Nak taruuh di mana”..disitu..kok ga ada. Wajah sedihnya membuat hati sang mama yang banyak salah ini jadi terenyuh. (Tempat minum yang dicari ga ada, bu guru wali kelasnya sudah tidak ada ditempat, ruang gurupun sudah terkunci..kata bu guru yang lain yang masih di sekolah ada kemungkinan disimpan sama wali kelasnya atau terbawa sama temannya.) Jadi Nak maunya gimana? Telpon bu guru donk ma… aku mau ngomong. Maaf nak, hp mama ketinggalan. Klo nanti dari rumah kita telpon boleh ga? Kunci ruang guru dimana ma? Juga ga ada…bu guru kan lagi rapat. Gimana donk..kita telpon dari rumah gimana nak? Ga lama kok..nanti mama telpon bu guru.. Adik2 kasian nunggu di mobil. Akhirnya, si sulung dengan wajah yang masih agak sedih mau pulang dengan tangan hampa. Saat dijalan, setelah tenang, sang mama bertanya “Nak…yuukkk ngobrol ama mama, mau. Nak, kamu sedih ya kehilangan tempat minum? Iya ma..sedih.. jadi menurutmu, enakkan mana..kehilangan barang atau ga kehilangan barang? Enakkan ga kehilangan barang… jadi.. sbaiknya apa yang dilakukan supaya ga kehilangan barang? (si sulung terdiam..tenang kembali) akhirnya mama nya nyaut “ artinya..sebelum bubar sekolah, barang2 yang dibawa di tasmu dicek-cek lagi ya…”…semoga terdiamnya dia..artinya si sulung sedang ‘mengembangkan otak cortex nya ..otak berfikir’.
Subhanallah… betapa nikmatnya kucicipi dialog demi dialog bersama anakku, titipan terbaik dari Allah… Dulu mana pernah aku merasakan seperti ini. Ternyata benar ada aksi ada reaksi. Selama ini aku hobinya merangsang otak reptile anakku, anak jadi beku mikirnya..semuanya doktrin, harus..jangan..makanya..panas kuping..otak berfikir ga berkembang..malah membuat ratusan ribu sel saraf otaknya putus. Semoga Allah mengampuni dosaku selama ini.

Begitulah pengalamanku selama 1 minggu ini pak Ikhsan…Makin terasa, bahwa memang anak itu banyak memberi daripada menerima… lewat anak bisa mendapatkan ‘surga sbelum surga’. Saya sadar pak, bahwa puluhan tahun bermain dengan otak reptile, tidaklah mudah seperti semudah membalikkan telapak tangan. Kadang karena sang mama puluhan tahun lbh banyak ‘di otak reptilenya’, saya kehilangan kata-kata untuk ‘berbicara’ sama anak…. Apalagi kalo pas anak sedang ‘menguji’, istighfar dulu (jk masih emosi)…memohon kekuatan dari Allah.. baru bisa mengutarakan lagi…Hikmah yang saya dapat, ternyata mengajak anak berfikir menuju jalan yang diridhoi Allah membutuhkan kejernihan hati dari orangtuanya.

Tapi, lewat curhat ini, semoga bisa menambah pembenaman dalam diri saya. Subhanallah, saya sering merinding2 pak, karena pengaruh energy positif yang kami tebarkan kepada anak2 .. kamipun menjadi rileks, membuat mereka lebih ‘kritis’, lebih ceria, dan tambah sayang sama orangtuanya. Segala pujian kami kepada mereka, kami lemparkan lagi ke Allah, saat mereka berbuat kebaikan sedikit, kami mengucapkan rasa syukur di depan mereka. Saat anakku, menepati janjinya main game Cuma 1 jam, aku langsung berdoa, “Terima kasih ya Allah..Kau anugerahkan pada kami anak sholeh yang mau menepati janjinya..terima kasih ya Allah”… anakku terlihat senangg sekali mendengar untaian rasa syukur itu. Bahkan beberapa saat kemudian, dia berkata “ma.. tadi aku hebat ya.. bisa menepati janji”. Seperti di APS share-kan, jika berulang-ulang, maka akan terekam di kepalanya bahwa aku butuh melakukan kebaikan. Tapi biar dia ga geer, kubilang..semua itu bisa terjadi atas campur tangan Allah Nak… makanya kita selalu mengucapkan.. Alhamdulillah.. Segala puji hanya milik… (apa nak).. Allah…

Dari hati sanubari yang paling dalam, saya hanya bisa mengucapkan ‘jazakallahu khairon katsiiroon”…Begitu banyak hal yang menggugah saya lewat APS ini ta’ terkatakan. Sampai sekarang, jika share dengan teman2.. saya ga berhenti merinding bergetar hati saya.. Dan ternyata, pak.. praktek dari APS ini tidak hanya bisa saya terapkan kepada anak, tapi juga kepada suami, asisten (mbak di rumah), teman..dll..dan efeknya subhanallah. Mohon maaf lahir batin jika ada yang tidak berkenan.
Semoga Allah melipatgandakan kebaikan bapak kepada kami semua..
Semoga Allah selalu melimpahkan hidayah dan taufik-Nya kepada kita semua..amiiiin…

Salam persaudaraan dari kami saudara semuslim di Duri..
Wassalamualaikum wr. Wb.

Testimoni - Miracle At Home

Testimoni salah satu peserta PSPA-APS Bandung
http://parentingislami.wordpress.com/2009/01/11/miracles-at-home/
MIRACLES AT HOME
Ditulis pada 11 Januari 2009 oleh parentingislami
Rumahku adalah syurgaku….Rasanya selama beberapa tahun aku tak mengerti bagaimana sebuah rumah itu merupakan syurga yang tenang, damai dan menyenangkan. Setiap pulang lelah bekerja seharian ataupun sehari semalam, rasanya sumpek dan memusingkan. Suara teriakan anakku yang pertama diikuti oleh tangisan anakku yang kedua merupakan hiasan hari-hariku. Hari-hariku bertambah ramai dengan teriakan pembantuku yang panik melihat anak keduaku dipukul, dicubit atau dibenturkan oleh anak pertamaku. Sepertinya, setiap pulang ke rumah, kepalaku bertambah pusing.
Ketika kebisingan itu terjadi, karakterku yang keras dari kecil bergabung dengan ketegasan yang katanya harus dimiliki oleh orang tua berbentuk teriakan-teriakan larangan untuk anakku yang sangat kusayang. Kupegang tangannya dengan keras, dan kukatakan : “Kakak kenapa jahat sama Adik? Tidak boleh memukul adik. Sini, tangan jeleknya biar Ummi Cubit.” . Anak pertamaku diam memojok beberapa waktu, setelah itu keluar lagi bermain. Esok harinya, sepertinya dia tidak mendengarkan atau pun mengerti peringatanku kemarin. Kuingatkan lagi dengan cara yang hampir kurang lebih sama, dan kejadian yang sama pun berulang. Anakku pertamaku sekarang berusia 5,5 tahun, anak kedua berusia 2,5 tahun. Aku merasa saatnya aku harus mencari tahu cara pengasuhan anak yang seharusnya. Anak pertamaku sebentar lagi akan masuk SD. Aku takut, dia akan mengalami kesulitan karena sifatnya yang keras, tidak mau berbagi, suka melakukan kekerasan bila keinginannya tidak terpenuhi, tidak suka belajar. Aku harus mencari cara. Masih ada waktu 6 bulan lebih untuk aku mencari tahu dan memperbaiki semua ini.
Enam bulan. Kemana aku 5,5 tahun kemarin? Aku seorang dokter sekarang. 6,5 tahun yang lalu, aku menikah sambil melaksanakan koasistensi di sebuah rumah sakit. Semua orang yang tahu tentang alur pendidikan dokter akan paham betapa sibuknya kuliah di kedokteran. Sangat sedikit waktuku untuk bertemu dengan anakku, karena waktuku di rumah disita rasa lelah karena rantaian jaga malam dan kuliah yang harus kujalani. Anakku akrab dengan pembantuku. Aku hanya memegangnya sebentar untuk menyusui. Kalau sempat, aku membantu mengganti popok, menyuapi, memandikan, atau mengajaknya jalan-jalan. Rasanya lelah sekali. Anakku ini rewel sekali. Jika menangis bisa 2 sampai 4 jam baru berhenti menangis.
Setelah wisuda, aku terbebas dari rantaian kuliah, tapi mulai aku terbawa oleh jam kerja yang padat. Aku hamil anak kedua, dan aku harus bisa menabung untuk kelahiran anak keduaku. Rasanya pembagian waktuku mirip ketika aku kuliah.
Setelah kelahiran anak keduaku, aku sibuk dengan tugasku sebagai dokter PTT dengan gaji yang kecil. Aku jadi harus mencari banyak tambahan diluar, dan pembagian waktukupun sama seperti aku kuliah. Hal ini bertambah parah ketika aku ingin mempunyai rumah dan mulai membangun rumah di usia anakku 5 tahun. Aku harus berjuang amat sangat keras, tak ada yang bisa kuandalkan untuk mencari dana membangun rumah. Aku sering emosi ketika pulang ke rumah. Anak-anakku sering hanya mendapat wajah murungku, tak sempat aku bercanda dengan mereka, karena hatiku rasanya tertekan. Aku susah untuk tersenyum.
Dua bulan yang lalu, aku tiba-tiba merasa, aku sangat lelah. Aku lelah dengan pekerjaan yang tiada akhir, yang jadualnya kubuat sendiri. Tak ada yang memaksa. Aku lelah melihat dan mendengar suara teriakan anakku, dan tangisan adiknya. Aku merasa stress. Berat badanku menurun.
Adik-adikku sempat bermain ke rumah membawa buku Nanny 911. Aku tak membaca buku itu. Tapi aku jadi teringat aku sempat menonton acara itu sekitar dua kali. Di acara itu diperlihatkan, bagaimana seorang Nanny membantu sebuah keluarga untuk membantu mengarahkan anak-anaknya dari perilaku negatif menjadi anak-anak yang baik dan kooperatif sehingga mereka menjadi keluarga bahagia. Aku berpikir, aku ingin mempelajari bagaimana caranya, dan aku akan menjadi Nanny di rumahku sendiri.
Tak berapa lama, doaku terkabul. Aku berkenalan dengan seorang trainer pengasuhan anak lewat seorang teman. Aku bersilaturahmi ke rumahnya bersama suami dengan membawa anak pertamaku. Ketika masuk ke rumahnya, kami saling bertegur sapa dan berkenalan. Aku malu sekali kepada beliau karena anakku tidak mau bersalaman. Anakku malah sembunyi di belakangku. Aku jelaskan pada beliau. “Pak, maaf. Anak saya ini memang pemalu.” Setelah itu, beliau memberikan ilmu pengasuhan pertama seumur hidupku bahwa persepsi negatif yaitu pemalu yang kusampaikan akan direkam dalam pikiran anak dan akan membentuk anak sesuai persepsi itu. Jika aku ingin mempunyai akan yang pemberani dan mau bersalaman, katakan pada anak itu bahwa dia berani dan bisa bersalaman dengan siapapun. Persepsi positif berupa keberanian akan membuat dia berani.
Aku pulang dengan membawa satu ilmu yang ingin sekali kupraktekkan. Akhirnya aku praktekkan. Aku bilang bahwa anakku pemberani dan pintar bersalaman dengan teman umminya. Ketika kuajak ke rumah teman, dia pun bersalaman. Kukatakan padanya bahwa senyumnya manis sekali, dan orang akan senang kalau dia salami sambil tersenyum, dan dia pun melakukan hal tersebut. Kukatakan padanya bahwa dia pintar makan, dia jadi lebih bersemangat makan. Kukatakan padanya apa yang kumau, dan dia seperti disulap menjadi apa yang kuinginkan.
Keajaiban yang indah. Aku jadi ingin tahu lebih banyak teknik pengasuhan anak. Aku ingin membuat anakku suka belajar, mau shalat, mau berbagi dengan adiknya, mau mandi tanpa dipaksa, tidak lagi memukul adiknya. Aku mau anak yang sholeh.
bersambung…
.Zulaehah Hidayati,
dokter dan ibu dari dua orang anak
http://parentingislami.wordpress.com

Slogan Sekolah Orangtua PSPA Auladi Parenting School


Orangtua Biasa, Memberitahukan
Orangtua Baik, Menjelaskan
Orangtua Bijak, Meneladani
Orangtua Cerdas, Menginsiprasi
-Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari-
National Master Trainer
Auladi Parenting School

Minggu, 15 Februari 2009

Mengapa Kita Marah Pada Anak (By Ikhsan Baihaqqi)



Mengapa Kita Marah Pada Anak?

Mengapa kita marah pada anak?
Karena mereka tak mau makan
Karena mereka tak mau sikat gigi
Karena mereka tak mau sekolah

Untuk apa mereka makan, sikat gigi dan sekolah?
Agar sehat dan, paling penting, kelak bahagia
Kata kita, demi mereka sendiri
Apakah bahagia demi mereka
Jika hati mereka disakiti?

Mengapa Kita Marah Pada Anak?
Karena mereka rewel
Karena mereka nangis terus
Karena mereka tak bisa diam
Karena mereka melakukan semua itu

Carilah tahu, mengapa mereka melakukan semua itu?
Menekan? Mulut mereka semakin membisu
Men-DEKAP? Kita jadi tahu!
DE-ngarkan, a-KA-r, P-ermasalahannya!

Ternyata kita sekarang tahu
Oh mereka haus, lapar dan bosan
Lalu, apakah mereka berdosa
Karena merasa haus lapar dan bosan?

Mengapa kita marah pada anak?
Karena mereka membangkang kita
Mengapa mereka membangkang?
Karena mereka tak menuruti kemauan kita
Mengapa mereka tak menuruti kemauan kita?
Karena mereka tak percaya omongan kita
Mengapa omongan kita tak dipercaya?
Karena omongan kita gampangkan
Walau, tak sesuai kenyataan

Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
18-08-08

Testimoni - Senangnya bisa akrab dan berbagi cerita dengan anakku

Assalamu'alaikum,wr,wb.
Apa kabar orang tua shalih? Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
kita kekuatan dan kesabaran dalam membesarkan putera-puteri kita,
calon pejuang dan pemimpin di masa yang akan datang.
Menyenangkan sekali membaca semua surat yang masuk dari milis ini,
seakan mengingatkan kita untuk senantiasa bersyukur dan selalu
bersemangat dalam menjadi orangtua.
Banyak do'a,keinginan,harapan,dan cita-cita yang kita miliki bagi
putera-puteri kita. Iman yang teguh, ilmu yang bermanfaat, harta
yang cukup, pasangan hidup dan anak-anak yang membahagiakan adalah
sebagian dari hal yang senantiasa kita minta untuk mereka. Begitu
juga dengan saya. Terinspirasi oleh kisah nyata yang dialami oleh
kakak kelas dulu sewaktu kuliah, saya memiliki harapan sederhana
untuk putera tercinta. Harapan saya, diusianya yang ke-25 nanti dia
telah berpendidikan, berpenghasilan dan siap menikah.
Kenapa 25? Perhitungannya sederhana, kalau dia InsyaAllah berhasil
menyelesaikan kuliahnya tepat waktu, dan berpenghasilan (bukan
mencari pekerjaan) sesudahnya rasanya cukup. Menikah usia 25?
Hei..bukankah Rasulullah pun mencontohkan itu.
Hal-hal ini beberapa kali saya bicarakan dengan anak saya walaupun
usianya baru menjelang 6 tahun...he..he..he..jangan berpandangan
aneh dulu soalnya saya dapat referensi dari beberapa sumber yang
kompeten bahwa anak sedini mungkin harus dikenalkan dengan fungsi-
fungsi keluarga. Bahwa sebagai laki-laki (walaupun masih kecil),
saya tanamkan ide dikepalanya bahwa suatu hari nanti dia akan tumbuh
besar, sekolah, bekerja dan menikah.
Sekali waktu ketika omong-omong santai kami sampai ke topik
tersebut, anakku menjawab kalau selesai sekolah nanti dia akan
menikah dulu baru bekerja...walah...ketika aku tanya kenapa eh...dia
malah balik nanya, emangnya nggak boleh gitu mi? akhirnya aku
jelaskan bahwa kalau sudah menikah nanti ihsan (nama anakku) akan
seperti abi, punya isteri punya anak, dia juga menambahkan punya
pegawai..(karena dia lihat abinya punya beberapa pegawai yang
bekerja di kantor yang kebetulan letaknya didepan rumah kami) dan
harus bertanggungjawab untuk itu.
Setelah itu dengan malu-malu dia tanya, Ihsan nanti menikahnya sama
siapa mi? hua...ha..ha.. pengennya sih ketawa gede-gede tapi karena
aku melihat ekspresi wajah serius plus lucunya saya menahan
diri,takutnya dia tersinggung nanti. Akhirnya aku jelaskan bahwa
dengan siapa dia menikah nanti itu adalah ketetapan Allah SWT, bahwa
dia hanya perlu berusaha sebaik-baiknya menjadi yang terbaik agar
nanti pun mendapatkan yang terbaik.
Kemudian dia bertanya lagi, nanti kalau ihsan mau menikah Ummi yang
cariin atau Ihsan cari sendiri (calon isterinya)? dengan tersenyum
aku jawab bahwa dia boleh mencari sendiri tapi ummi juga akan
bantuin. Dengan serius dia bilang ummi aja deh yang cariin, saya
jawab boleh-boleh aja...hua..ha..ha..
Percakapan ditutup dengan satu pertanyaan yang mengejutkan, mi ihsan
boleh nggak nantinya menikah sama Afina (nama salah satu temannya di
TK)? Walah..... dengan tenang aku tanya kenapa? Dia bilang soalnya
afina baik banget. Aku bilang boleh tapi nanti kalau sudah besar
yah, kalau masih sekolah berteman aja. Setelah aku konfirm sama guru
sekolahnya ternyata Afina adalah salah satu murid favorit di
kelasnya karena anaknya ramah, mau bermain dengan siapa saja
termasuk dengan anak laki-laki dan senantiasa berinisiatif untuk
mengajak bermain. Permainan apa saja, termasuk manjat-manjat di
panjatan monyet yang ada di sekolahnya.Nggak heran kalau ihsan
ngefans soalnya sebagai anak yang pemalu dia jarang berinisiatif
untuk mengajak teman.
Wah... senangnya bisa akrab dan berbagi cerita dengan anakku.
Harapanku sederhanaku yang lain adalah dia akan tetap berbagi cerita
dan cita-citanya denganku, ibunya, sampai besar nanti. Amin.
Salam hormat untuk Pak Ihsan dan semua orang tua shalih.
Selamat berjuang.
Wassalamu'alaikum,wr,wb.
Liz.

Rabu, 11 Februari 2009

Mailing List Alumni PSPA

Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillah, mailing list Alumni PSPA APS sudah terbentuk...sejak 0,5 thn yll..
Jika, ada diantara alumni PSPA APS mau menjadi member mailing list, dipersilahkan..
dengan senang hati kami welcome home orangtua-shalih.. semoga kita bisa menambah inspirasi dalam kehidupan..
http://groups.yahoo.com/group/orangtua-shalih/

Minggu, 08 Februari 2009

Katanya Anak Anugerah - by Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Katanya, Anak adalah anugerah.
Tapi, mengapa tak sedikit orangtua
yang kerepotan mengendalikan anak?

Katanya, Anak adalah anugerah.
Tapi, mengapa sebagian ayah
Justru melemparkan tanggung jawab
Perilaku anak hanya pada istrinya?

Katanya, Anak adalah anugerah.
Tapi, mengapa sebagian ibu
Yang memilih membesarkan anak secara penuh,
Justru malah terlihat lelah dan stress menjalankannya?

Katanya, Anak adalah anugerah,
Tapi, mengapa sebagian besar anak
Justru dijatuhkan harga dirinya di rumah?
Dengan disalahkan setiap hari
Dan dimarahi 3x sehari (atau sehari 3x?)

Sebenarnya,
Anak bisa patuh tanpa DITERIAKI
senang berbuat baik tanpa DIMINTA
Anak akan belajar tanpa DIPAKSA
Anak dapat mandiri tanpa DIGURUI
Anak punya ketahanan diri tanpa DIISOLASI

Orangtua Biasa, Memberitahu;
Orangtua Baik, Menjelaskan;
Orangtua Bijak, Meneladani;
Orangtua Cerdas, Menginspirasi
(Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari)






Ikuti


Program Sekolah Orangtua PSPA

Bersama
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
(National Master Trainer dengan pengalaman training
di 16 Kota, 9 Propinsi di Indonesia)

“I thought that this is just another variant of parenting product like everyone else offered by motivational consultant or EO folks to attract parents who put concern on their children. But, really, all bless to the almighty God who had lead me to the course, the event was sooo deeply touching my very heart as a dad. All material are so highly motivating, easily understood and really practical based. Sometime we forgot that children are not ours. They are both Allah bless and His mandate for us to look after before returning back to Him in a original condition.”
Hamzahritchi, Bandung

“Subhanallah, indah sekali hidup dengan anak kalau kita tahu ilmunya”
Elly Faizah, Mojokerto

“Insya Allah saya berjanji di sini dan di hadapan Allah SWT saya akan jadi ayah yang shalih. Memberikan haq anak, sesuai perintah Allah & Rasul-Nya, sampai saya mati!”
Ust. M. Ghazali, Ketua Ikatan Da’I Indonesia Wilayah Riau

“Saya akan benar-benar menyesal jika tidak datang ke acara ini.”
Cheke Karai, Pelatih BKKBN, Makassar

“Selama ini kita menyuruh anak belajar, padahal kita juga harus belajar. Program orangtua yang menyentuh & Empowering”,
Irfan Amalee, CEO Pelangi Mizan, penulis buku-buku anak

“Dulu saya menganggap anak ini beban, sekarang saya anak ini memang anugerah. Saya dan istri merasa mendapat hidayah melalui PSPA atas pendidikan orangtua terhadap anak-anak”,
Chairul, Karyawan Chevron Pacific Indonesia, Riau

“ “Sistematis, lugas, lucu. Dari awal hingga akhir tidak membosankan”,
Rodhiatul Hasanah Siregar, Psi. Dosen Psikologi Universitas Sumatera Utara, Medan
Jadilah 1 Diantara Ribuan orang yang telah rasakan manfaatnya!

Gelombang I : Kamis&Jumat, 26-27 Maret 2009 08.00-17.00 (untuk guru KB, TK, SD 1-3)
Gelombang II : Sabtu&MInggu, 28&29 Maret 2009 08.00-17.00 (untuk orangtua & calon orangtua)
Di Sanggar Karyawan Duri Camp PT Chevron Pacific Indonesia

TIKET BOX :
TK&KB Putih Melati—Komp Sinabung Duri Camp Telp 23349 (Ibu Leni 0812 68616778 & Ibu Meri 0813 71006241)
Ibu Ari Kusumo 823838 / 08136510783
Ibu Wilis Deni 823674 / 08153782047
Ibu Eva Ahmad 822736 / 081371285292

INVESTASI :
Rp150.000 (guru TK, KB, SD 1-3)
Rp200.000 (orangtua dan calon orangtua)
* Khusus alumni diskon 25%
** Sudah termasuk snack, makan siang, sertifikat, booklet

Brosur PSPA Duri 2009


Poster PSPA Duri 2009

First Impression

Blog ini dibuat untuk mengorganize segala info tentang PSPA-Duri.
PSPA-Duri ini...sudah 11 gelombang diadakan di Duri dengan diorganize oleh Insan Madani. Subhanallah, kami bersyukur atas penggagas, Yayasan Insan Madani, yang akhirnya, lewat perjuangan sungguh2, bisa menghadirkan suatu pelatihan parenting, yang sangat inspiring..empowering...
Semoga dengan blog ini, membantu kita untuk mencari pusat informasi tentang PSPA, khususnya yang diadakan di Duri Riau dan sekitarnya.

Salam perjuangan & Wassalam,
PANITIA SEKOLAH ORANGTUA PSPA AULADI PARENTING SCHOOL UNTUK GURU, ORANGTUA & CALON ORANGTUA" 2009